Skip to main content

Membaca Borges dan Orang-Utan Abadi

Wanita Tidak Melulu Perihal Skincare-Skincare-nya Saja

Resensi oleh: Ahmad Farid Yahya
Judul Buku: Wanita Tidak Selalu Perihal Cantik-Cantiknya Saja
Penulis: Zehan Zareez
Penerbit: CV KANAKA MEDIA
ISBN: 978-623-7569-99-2
Cetakan 1: Januari 2020
Tebal: 133 halaman; A5
Harga: Rp45.000,-
***

Penampakan Fisik

Wanita Tidak Selalu Perihal Cantik-Cantiknya Saja. Sebuah buku dengan desain cover yang ciamik. Terlihat dengan samar ada sesosok perempuan--yang barangkali perempuan Jawa--sedang duduk. Dengan kombinasi warna yang tidak terlalu cerah dan gradasi yang lembut membuat cover buku ini terlihat keren. Selain itu, di dalam buku ini juga bertebaran ilustrasi karya ilustrator Nayeek yang menambah kesan imajinatif, dan barangkali puitis.

Buku ini memakai kertas bookpaper dengan ketebalan 80gsm. Bisa dikatakan jarang ada buku kekinian yang memilih jenis kertas isi dengan ukuran yang cukup tebal. Ketebalan kertas ini akan terasa ketika kita membalik halaman buku. Dengan font yang tak terlalu kecil dan spasi yang lumayan renggang, buku ini tak membuat mata terlalu lelah.


Sinopsis

Buku tulisan Zehan Zareez ini adalah kumpulan esai yang mengupas tentang wanita dari berbagai sisi. Dari mulai busana, air mata, amarah, misteri, derita, dan kenangan dari sosok wanita.

Pada halaman 13 terdapat paragraf yang berbunyi:

Wanita di bumi ini tidak hanya satu. Namun dari sekian banyak jumlah wanita, semua adalah produk duplikat bentukan dari Siti Hawa. Seluruhnya. Maka, sungguh kurang patut jika lelaki berusaha mati-matian demi mendapatkan wanita atas dasar bentukan yang sejatinya semua wanita memiliki hal yang sama. Pilihlah mereka dengan alasan yang lebih bermartabat. Minimal dengan hal-hal yang tak mampu kau sentuh dengan telanjang tanganmu dan dengan jarak jangkau pandangan yang tak mampu ditembus mata lucumu itu.

Meski mengupas wanita dari berbagai macam sudut pandang, buku ini pada garis besarnya tetap menggunakan sudut pandang islami seperti digambarkan pada paragraf di atas bahwa semua wanita adalah produk duplikat bentukan dari Siti Hawa.

Selain itu, buku ini juga memaparkan berbagai jenis wanita. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa wanita memang tergolongkan menjadi beberapa jenis. Ada jenis yang kita sebut dengan "hits", dan barangkali ada juga jenis wanita yang dalam beberapa tahun ini bisa kita sebut "ukhty". Semua memang berasal dari Siti Hawa. Namun seperti jenis-jenis manusia yang begitu banyaknya, wanita pun sama memiliki jenis yang beragam dan beragam pula cara mendekati atau menanganinya.

Buku ini seperti sebuah buku panduan untuk mendekati wanita (dengan cara baik-baik). Tapi bukan buku tutorial juga. Lebih kepada referensi untuk mengenal wanita lebih dalam. Seperti pada halaman 27:

Jujur saja, lelaki mana yang tak cablak saat bulat hitam matanya terjebak pada pusat putihnya paha, dada, lencir tumit atau segenap bentuk tubuh yang dibeberkan sia-sia? Dunia ini absurd memang. Dan wanita semakin membuat isi dunia kian ambigu. Senyum dan jentik matanya memang kemana-mana, namun hanya kepada lelaki sama visi lah mereka mampu tertawa dan terbuka selepas-lepasnya. Kau terlalu ajaib jika memaksa mendekati mereka dengan modal sarung dan kopyah lungset.

Jadi permasalahan yang diusung dalam buku ini begitu nyata. Bahkan dalam memahami seorang wanita pun disajikan soal diferensiasi sosial dan barangkali pada realitas di lapangan juga mengandung unsur stratifikasi sosial.

Buku ini sedikit banyak berbicara tentang cinta. Namun bukan cinta yang kau harapkan. Bahwa kekuatan cinta adalah kekuatan luar biasa yang bisa mengubah segalanya--sehingga memutuskan untuk kawin lari ketika tak direstui, atau menolak perjodohan dengan alasan tak cinta. Kalau kau berpikir begitu, maka kurasa kau salah memahami cinta. Setidaknya itulah yang tergambar dari lembar demi lembar dalam buku ini. Betapa cinta dan menikah adalah dua hal yang berbeda. Cinta bisa tumbuh setelah menikah, dan orang tua pun tak akan tega memilihkan masa depan yang buruk kepada anak yang begitu disayangnya. Hal ini diungkapkan berkali-kali di buku ini.

Membaca buku ini kita akan sadar bahwa wanita tidak selalu perihal cantik-cantiknya saja. Karena wanita juga kadang ada menyebalkannya, kadang ada buruknya, kadang ada merajuknya. Lebih kepada menyadarkan seorang lelaki bahwa wanita tidak melulu perihal skincare. Wanita punya dimensi lain yang lebih luas cakupannya daripada dimensi fisik yang selama ini terlihat. Dimensi itu bernama perasaan.

Buku dengan tebal 133 halaman ini penuh dengan prosa yang puitis. Jadi sangat mudah menemukan kata-kata indah kalau sekadar untuk diunggah di media sosial.


Kelebihan

Dari segi fisik buku ini memiliki banyak kelebihan. Terutama pada kualitas kertas dan ilustrasi. Sampul buku yang ciamik membuat buku ini semakin menarik perhatian jika dijajar dengan buku-buku lain di rak toko buku. Ukuran font tak terlalu kecil dengan spasi yang tak terlalu rapat membuat pembaca tak cepat lelah. Harga buku juga tergolong murah. Dengan harga pre order Rp40.000,- dan harga normal Rp45.000,-.


Kelemahan

Masih bertebaran beberapa ejaan yang kurang tepat namun tak mengurangi esensi buku tersebut. Font dan spasi yang tak terlalu kecil dan tak terlalu rapat membuat buku ini mencapai 133 halaman. Jika font dan spasi diubah mestinya bisa disusutkan lagi jumlah halamannya.


Akhir Kata

Untuk harga Rp45.000,- buku ini layak dibeli. Entah untuk wanita (sosok yang disebut-sebut dalam buku ini) yang ingin membaca dirinya sendiri, ataupun para lelaki yang ingin mengenal sosok wanita lebih dalam lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Perbandingan Teks Sastra Cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” dan "Jawaban Alina" Karya Seno Gumira Ajidarma dengan Dongeng 1000 Candi (Kajian Sastra Bandingan)

Disusun Oleh: Ahmad Farid Yahya 1. Sinopsis Cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” dan "Jawaban Alina" Karya Seno Gumira Ajidarma A. Sinopsis Cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku “Sepotong Senja untuk Pacarku”, sebuah cerpen yang menceritakan sebuah surat berisi sepotong senja yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada kekasihnya yang bernama Alina. Di dalam cerpen tersebut dikisahkan bahwa sang tokoh “aku” mengerat sebuah senja di tepi pantai lengkap dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Ia memang sangat ingin memberikan sepotong senja pada kekasihnya. Ia tak mau memberikan banyak kata-kata, karena pada kenyataannya kata-kata sudah tidak berguna. Di dalam cerita itu, sang tokoh “aku” berhasil mengerat sepotong senja yang ditaruh di dalam sakunya. Walaupun setelah senja itu ia potong, tokoh “aku” rela dikejar-kejar oleh polisi karena ia diduga telah mencuri senja dan membuat gempar. Ia menyelip-nyelip dengan kecepatan tingg...

Membaca Borges dan Orang-Utan Abadi

Peresensi: Ahmad Farid Yahya* Buku ini seperti sebuah pintu gerbang yang disajikan oleh penulis untuk mengenal Edgar Allan Poe lewat Jorge Luis Borges. Sebuah buku yang bertebaran komentar-komentar sastra brilian. Borges dan Orang-Utan Abadi merupakan novela terjemahan karya penulis asal Brazil. "Luis Fernando Verissimo adalah salah satu penulis Brasil paling populer berkat kolom satirnya di mingguan nasional Veja. Dia juga seorang novelis, penulis cerita pendek, penyair, kartunis, dan musisi kenamaan. Selain Borges and the Eternal Orang-Utans (2000), karyanya yang lain adalah The Club of Angels (1998), dan The Spies (2009) (halaman iii)." Karya ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Lutfi Mardiansyah, dan diterbitkan oleh Penerbit Trubadur. Novela ini bercerita tentang seorang penulis dan penerjemah bernama Vogelstein yang sedang mengikuti konferensi perkumpulan Israfel di Buenos Aires. Kita tahu bahwa Buenos Aires adalah tempat tinggal Jorge Luis Borges. Pada judu...

Kok Kebangeten Men

Kok Kebangeten Men ( Sebuah keruwetan keringanan biaya kuliah di masa pandemik ) Oleh: Ahmad Farid Yahya Kok kebangeten men. Kalimat yang populer karena merupakan penggalan lirik sebuah lagu yang sempat naik beberapa bulan lalu, yang dipopulerkan oleh Denny Caknan dengan judul "Kartonyono Medot Janji". Agaknya kalimat tersebut begitu cocok jika dianalogikan dengan birokrat kampus pada masa pandemik ini. Terlebih jika dianalogikan dengan KEMENAG yang medot janji peringanan biaya kuliah bagi mahasiswa UIN dan IAIN beberapa waktu lalu. Pasalnya dalam pandemik yang mengakibatkan pembelajaran lewat daring yang sama sekali tidak efektif dan tak jarang hanya copy-paste formalitas tersebut membuat pelik urusan biaya. SPP kuliah misalnya. Sampai saat ini, banyak kampus bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda akan memberikan keringanan bagi pembayaran SPP. Terutama di kawasan Lamongan. Kampus-kampus tertentu memang memberikan kompensasi dengan pemberian kuota internet kepada mahasiswan...