Skip to main content

Membaca Borges dan Orang-Utan Abadi

Membaca Borges dan Orang-Utan Abadi

Peresensi: Ahmad Farid Yahya*

Buku ini seperti sebuah pintu gerbang yang disajikan oleh penulis untuk mengenal Edgar Allan Poe lewat Jorge Luis Borges. Sebuah buku yang bertebaran komentar-komentar sastra brilian.

Borges dan Orang-Utan Abadi merupakan novela terjemahan karya penulis asal Brazil. "Luis Fernando Verissimo adalah salah satu penulis Brasil paling populer berkat kolom satirnya di mingguan nasional Veja. Dia juga seorang novelis, penulis cerita pendek, penyair, kartunis, dan musisi kenamaan. Selain Borges and the Eternal Orang-Utans (2000), karyanya yang lain adalah The Club of Angels (1998), dan The Spies (2009) (halaman iii)." Karya ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Lutfi Mardiansyah, dan diterbitkan oleh Penerbit Trubadur.

Novela ini bercerita tentang seorang penulis dan penerjemah bernama Vogelstein yang sedang mengikuti konferensi perkumpulan Israfel di Buenos Aires. Kita tahu bahwa Buenos Aires adalah tempat tinggal Jorge Luis Borges. Pada judul buku ini calon pembaca akan menebak bahwa yang dimaksud dengan Borges dalam Borges dan Orang-Utan Abadi adalah Jorge Luis Borges. Penulis terkemuka asal Buenos Aires tersebut. Anggapan-tebakan tersebut terbukti. Sepanjang cerita, Borges memiliki peran yang hampir sama besarnya dengan narator utama dalam novela ini: Vogelstein. Dikisahkan bahwa Vogelstein merupakan penggemar berat Jorge Luis Borges. Itulah mengapa buku ini seperti buku catatan si Vogelstein tentang Borges dan pertemuan mereka pada konferensi perkumpulan Israfel.

Dimulai dengan satu paragraf yang membingungkan (paragraf pertama) dengan huruf miring. "Aku akan mencoba menjadi matamu, Jorge, kuikuti saran yang kauberikan kepadaku saat kita saling mengucapkan selamat tinggal: 'Tulis, dan kau akan ingat.' ... (halaman: 1)." Kemudian paragraf selanjutnya melompat ke peristiwa lainnya. Menandakan bahwa novela ini memiliki alur yang bukan alur maju. Tepat ketika sebelum satu bab terakhir, alur itu terpecahkan juga. Paragraf pertama itu berhubungan dengan satu bab sebelum bab terakhir.

Cerita kemudian berawal ketika Vogelstein menarasikan bahwa ia akan mengikuti konferensi perkumpulan Israfel yang akan diadakan di Burnos Aires. Tempat yang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya, Porto Alegre. Ia mengatakan bahwa geografi adalah takdir. Karena untuk pertama kalinya konferensi tersebut diadakan di luar belahan bumi bagian utara. Perkumpulan Israfel sendiri merupakan sebuah perkumpulan para penikmat dan peneliti karya-karya Edgar Allan Poe, yang mana konferensinya selalu diadakan secara bergiliran di Stockholm, Baltimore, dan Praha. Namun pada tahun itu, untuk pertama kalinya lokasi konferensi dipindah dari tiga tempat tersebut.

Vogelstein merasa sangat perlu menghadiri konferensi—yang kebetulan dekat dengan tempat tinggalnya itu. Lebih lagi karena ia ingin bertemu dengan Borges dan memperbaiki semua kesalahannya. Vogelstein merupakan seorang penerjemah, yang beberapa kali menerjemahkan karya Borges. Sekali waktu ia merasa tulisan Borges yang ia terjemahkan kurang sempurna, dan ia menambahkan "ekor" pada cerita tersebut agar lebih sempurna. Namun sepertinya hal itu tak disukai Borges sehingga semua surat-surat yang dikirimkan kepada Borges sebagai permohonan maafnya tak ada yang dibalas.

Peristiwa kemudian berlanjut pada pertemuannya dengan Jorge Luis Borges pada konferensi tersebut. Awalnya pembaca akan mengira bahwa suara narator yakni Vogelstein merupakan suara penulis. Terlihat dari cara berbicara si narator, sudut pandang yang digunakan, dan intelektualitas Vogelstein yang cukup mengesankan seolah mencerminkan intelektualitas penulis buku ini. Namun anggapan itu ternyata salah. Karena semua kekukuhan tersebut diungkap oleh Jorge Luis Borges pada bab terakhir.

Terjadi sebuah pembunuhan salah satu peserta konferensi. Rotkopf ditemukan tewas dengan tiga tusukan pada tubuhnya, satu di antaranya di leher. Darah menggenangi kamar hotelnya. Konferensi akhirnya dibatalkan karena salah satu pembicaranya dibunuh.

Terjadi diskusi menarik antara Vogelstein dan Jorge Luis Borges pada bagian mengungkap siapa pembunuh Rotkopf ini. Vogelstein, Borges, dan Cuervo mendiskusikan berbagai macam kemungkinan. Sementara Cuervo memilih pendekatan ilmiah, Borges dan Vogelstein memakai pendekatan sastra untuk menyingkap tabir itu. Terutama yang paling banyak dibicarakan adalah karya-karya Edgar Allan Poe.

Beberapa hal seperti Orang-Utan Abadi, Necronomicon, Lovecraft, dan sandi-sandi rahasia dari huruf-huruf vokal dan konsonan dibicarakan dengan mendalam dan cerdas. Pada bagian diskusi ini, novela ini terlihat begitu berbobot.

Tak hanya itu (diskusi dengan komentar-komentar sastra brilian itu), penulis menyajikan ending yang plot twist di mana paragraf pertama dari buku ini berhubungan dengan ending, klimaks, dan juga pembahasan tentang "ekor" cerita Borges. Setelah melewati diskusi yang panjang mengenai siapa pembunuh Rotkopf, dan semua buntu, Borges menyarankan agar Vogelstein menuliskan semuanya, yang diingatnya. Karena Vogelstein merupakan orang yang bersama dengan Rotkopf di saat-saat terakhirnya, dan orang yang mendobrak pintu kamar Rotkopf untuk menemukannya sudah tak bernyawa. Semua nama-nama yang dicurigai tak benar-benar bisa diadili karena bukti yang lemah dan tak ada saksi.

Vogelstein pun pulang dari konferensi itu dan menuruti saran Borges untuk menuliskan semuanya. Kali ini ia meminta Borges untuk menulis ekor bagi ceritanya (kesaksiannya) itu. Bab terakhir berjudul "Ekor" menunjukkan analisis Borges yang begitu brilian dengan mengatakan bahwa tersangka pembunuhan tersebut adalah Vogelstein sendiri. Hal ini menarik karena ada dua narator dalam rangkaian cerita ini, yakni Vogelstein dan Jorge Luis Borges. Luis Fernando Verissimo seolah merangkai buku catatan Vogelstein dan surat balasan dari Borges setelah konferensi itu, untuk kemudian menjadi apa yang kita sebut Borges dan Orang-Utan Abadi. Pada bab terakhir itu, narasi Borges memperlihatkan bahwa Vogelstein adalah Vogelstein. Tokoh dalam novela ini. Bukan penulis buku ini. Ada detail-detail kecil yang baru kita temukan setelah kita membacanya ulang dari awal. Membuat kita tak hanya membaca peristiwa itu, tapi ikut juga memikirkannya.

Judul: Borges dan Orang-Utan Abadi

Penulis: Luis Fernando Verissimo

Penerjemah: Lutfi Mardiansyah

Penerbit: Penerbit Trubadur

Tahun: Cetakan Pertama, September 2020

Tebal: vi+130hlm; 12x19cm

ISBN: 978-602-51629-9-2



*Ahmad Farid Yahya, penulis asal Lamongan. Tulisan-tulisannya tersebar di berbagai media: Amanah, Gelanggang, Radar Bojonegoro, dan Jawa Pos. Bukunya yang sudah terbit: Seorang Bocah yang Menyaksikan Kematian (2020) dan Upacara Penyeretan Jiwa (2020). Aktif di komunitas SAMUDRA, FP2L, KOSTELA, dan Guneman Sastra.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Perbandingan Teks Sastra Cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” dan "Jawaban Alina" Karya Seno Gumira Ajidarma dengan Dongeng 1000 Candi (Kajian Sastra Bandingan)

Disusun Oleh: Ahmad Farid Yahya 1. Sinopsis Cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” dan "Jawaban Alina" Karya Seno Gumira Ajidarma A. Sinopsis Cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku “Sepotong Senja untuk Pacarku”, sebuah cerpen yang menceritakan sebuah surat berisi sepotong senja yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada kekasihnya yang bernama Alina. Di dalam cerpen tersebut dikisahkan bahwa sang tokoh “aku” mengerat sebuah senja di tepi pantai lengkap dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Ia memang sangat ingin memberikan sepotong senja pada kekasihnya. Ia tak mau memberikan banyak kata-kata, karena pada kenyataannya kata-kata sudah tidak berguna. Di dalam cerita itu, sang tokoh “aku” berhasil mengerat sepotong senja yang ditaruh di dalam sakunya. Walaupun setelah senja itu ia potong, tokoh “aku” rela dikejar-kejar oleh polisi karena ia diduga telah mencuri senja dan membuat gempar. Ia menyelip-nyelip dengan kecepatan tingg

Menuliskan Angan-Angan, Menceritakan Pengalaman : sebuah pembacaan atas buku Upacara Penyeretan Jiwa karya Ahmad Farid Yahya

Khoirul Abidin* Dari harapan dan pengalaman, lahirlah sebuah buku Upacara Penyeretan Jiwa (sepilihan cerpen) ini. Serupa kue lapis, sepuluh "pilihan" cerita pendek dalam buku yang terbilang ramping atau tipis ini disajikan dengan berbagai warna; tema. Pada bagian awal penulis seakan mengingatkan, bahwa hidup memang penuh dengan kejutan. Apa-apa yang akan terjadi di hari depan, manusia tiada pernah bisa menebak. Untuk itu, usaha dan doa mesti selalu diselaraskan—mengingat Waktu-lah penentunya. Cinta itu buta dan tuli, lirik Lagu Galau Al Ghazali, barangkali itu yang menuntun tokoh utama dalam cerpen pembuka berjudul "Hanya Aku, dan Seumur Hidup", untuk membunuh kekasih terkasih dengan tangannya sendiri. "Aku mana bisa membiarkanmu dicintai semua orang, diperjuangkan semua orang, dan dimiliki semua orang. Aku hanya ingin kau menjadi milikku ...." Begitulah suara hati lelaki tanpa nama yang terbaca pada halaman 3. Ada kecemasan, ketakutan yang melingkari hati

Upacara Penyeretan Jiwa : Sepilihan Cerpen Ahmad Farid Yahya