Skip to main content

Posts

Showing posts from 2020

Membaca Borges dan Orang-Utan Abadi

Membaca Borges dan Orang-Utan Abadi

Peresensi: Ahmad Farid Yahya* Buku ini seperti sebuah pintu gerbang yang disajikan oleh penulis untuk mengenal Edgar Allan Poe lewat Jorge Luis Borges. Sebuah buku yang bertebaran komentar-komentar sastra brilian. Borges dan Orang-Utan Abadi merupakan novela terjemahan karya penulis asal Brazil. "Luis Fernando Verissimo adalah salah satu penulis Brasil paling populer berkat kolom satirnya di mingguan nasional Veja. Dia juga seorang novelis, penulis cerita pendek, penyair, kartunis, dan musisi kenamaan. Selain Borges and the Eternal Orang-Utans (2000), karyanya yang lain adalah The Club of Angels (1998), dan The Spies (2009) (halaman iii)." Karya ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Lutfi Mardiansyah, dan diterbitkan oleh Penerbit Trubadur. Novela ini bercerita tentang seorang penulis dan penerjemah bernama Vogelstein yang sedang mengikuti konferensi perkumpulan Israfel di Buenos Aires. Kita tahu bahwa Buenos Aires adalah tempat tinggal Jorge Luis Borges. Pada judu

Menggoyang Kekukuhan Bahasa Indonesia

Peresensi: Ahmad Farid Yahya * Jawa Pos, 6 Desember 2020 Novel ini menyajikan kerumitan bahasa dengan tujuan membuat bahasa Indonesia berkelindan dengan bahasa daerah. MEMBACA novel Burung Kayu serupa anak bayi belajar bahasa. Novel ini menyajikan kerumitan bahasa, di mana bahasa Mentawai berkelindan dengan bahasa Indonesia baku dalam rangkaian kalimat-paragrafnya. Tanpa catatan kaki, tanpa glosarium. Serupa anak kecil yang mulai memahami kosakata baru, satu per satu. Burung Kayu merupakan novel yang menarik perhatian juri dalam ajang sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2019. Predikat menarik perhatian juri –yang tak sampai juara I, II, maupun III ini– ternyata jebol pada ajang Kusala Sastra Khatulistiwa 2019–2020. Alih-alih tersingkir pada short list, Burung Kayu malah memenanginya. Novel ini berkisah tentang seseorang yang mau membalas dendam, tetapi tak kunjung terlaksana dan malah pindah ke tempat lain gara-gara program pemerintah. Kisah-kisah di dalamnya menyajikan kontra

Tren “Bad Boy” Lewat Film Dilan : 1990

  Ananta Bagus Prasetya* Istilah “Bad Boy” dahulu berkonotasi negatif, di mana Bad Boy menjadi sebuah label untuk seorang cowok yang berkelakuan atau berpenampilan menyimpang. Akhir-akhir ini istilah tersebut kembali muncul, berbagai media sosial seperti: Twitter, Instagram dan Facebook  sering menampilkan eksistensi seseorang yang dianggap Bad Boy. Media Sosial sebagai satu wadah informasi yang sering diakses masyarakat, membuat sesuatu yang ditampilkan menjadi sajian publik, bukan tanpa alasan, identitas Bad Boy menjadi salah satu tren yang dalam istilah sekarang “Viral”. Perkembangan istilah-istilah baru di Indonesia akhir-akhir ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Istilah-istilah itu hadir karena adanya intervensi buadaya oleh Budaya Populer (Pop Culture), yang mengemas masyarakat dalam sebuah hiburan. Ditambah dengan adanya media sosial sebagai pendistribusi budaya-budaya baru. Ini merupakan sebuah transformasi kapitalisme yang benar-benar tidak terlihat (Soft Identifi

Menuliskan Angan-Angan, Menceritakan Pengalaman : sebuah pembacaan atas buku Upacara Penyeretan Jiwa karya Ahmad Farid Yahya

Khoirul Abidin* Dari harapan dan pengalaman, lahirlah sebuah buku Upacara Penyeretan Jiwa (sepilihan cerpen) ini. Serupa kue lapis, sepuluh "pilihan" cerita pendek dalam buku yang terbilang ramping atau tipis ini disajikan dengan berbagai warna; tema. Pada bagian awal penulis seakan mengingatkan, bahwa hidup memang penuh dengan kejutan. Apa-apa yang akan terjadi di hari depan, manusia tiada pernah bisa menebak. Untuk itu, usaha dan doa mesti selalu diselaraskan—mengingat Waktu-lah penentunya. Cinta itu buta dan tuli, lirik Lagu Galau Al Ghazali, barangkali itu yang menuntun tokoh utama dalam cerpen pembuka berjudul "Hanya Aku, dan Seumur Hidup", untuk membunuh kekasih terkasih dengan tangannya sendiri. "Aku mana bisa membiarkanmu dicintai semua orang, diperjuangkan semua orang, dan dimiliki semua orang. Aku hanya ingin kau menjadi milikku ...." Begitulah suara hati lelaki tanpa nama yang terbaca pada halaman 3. Ada kecemasan, ketakutan yang melingkari hati

Upacara Penyeretan Jiwa : Sepilihan Cerpen Ahmad Farid Yahya

Coronavirus dan Rembesan Masalahnya

M. Mansyur Affandi* Tahun 2020 tampaknya menjadi tahun yang paling berkesan bagi manusia di bumi. Tak pernah terduga sebelumnya bahwa tahun 2020 akan menjadi pengingat yang paling kuat di kepala orang-orang yang hidup di tahun tersebut. Terlepas dari banyaknya isu besar yang beredar sebelum 2020, internasional maupun nasional, seperti pada bidang ekonomi, politik, maupun perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Di Indonesia sendiri ada isu lingkungan hidup yang banyak diperbincngkan dalam wacana pemindahan ibu kota. Pada akhir tahun 2019 berawal dari Wuhan, sebuah ibu kota provinsi Hubei di Tiongkok, bencana dimulai. Bencana tersebut disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Corona virus atau COVID-19. Setiap virus punya karakteristik dan keunikan masing-masing. Salah satu keunikan dari virus COVID-19 adalah penyebarannya yang sangat cepat dan massiv . Pada awal 2020 virus menyebar ke berbagai negara dan menyebabkan banyak korban. Sampai akhirnya badan kesehatan dunia WHO

Kok Kebangeten Men

Kok Kebangeten Men ( Sebuah keruwetan keringanan biaya kuliah di masa pandemik ) Oleh: Ahmad Farid Yahya Kok kebangeten men. Kalimat yang populer karena merupakan penggalan lirik sebuah lagu yang sempat naik beberapa bulan lalu, yang dipopulerkan oleh Denny Caknan dengan judul "Kartonyono Medot Janji". Agaknya kalimat tersebut begitu cocok jika dianalogikan dengan birokrat kampus pada masa pandemik ini. Terlebih jika dianalogikan dengan KEMENAG yang medot janji peringanan biaya kuliah bagi mahasiswa UIN dan IAIN beberapa waktu lalu. Pasalnya dalam pandemik yang mengakibatkan pembelajaran lewat daring yang sama sekali tidak efektif dan tak jarang hanya copy-paste formalitas tersebut membuat pelik urusan biaya. SPP kuliah misalnya. Sampai saat ini, banyak kampus bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda akan memberikan keringanan bagi pembayaran SPP. Terutama di kawasan Lamongan. Kampus-kampus tertentu memang memberikan kompensasi dengan pemberian kuota internet kepada mahasiswan

Resensi Novel Seorang Bocah yang Menyaksikan Kematian

Peresensi: Khoirul Abidin Judul Buku: Seorang Bocah yang Menyaksikan Kematian Penulis : Ahmad Farid Yahya Penerbit : CV Pustaka Ilalang  Cetakan : Pertama, Februari 2020 Tebal: viii + 124 halaman; 14,5 x 21 cm ISBN: 978-623-7731-19-1 Sebuah Usaha Merawat Kenangan Hari ini adalah kenangan hari esok. Pasti. Tersebab itu, menuangkan kenangan menjadi tulisan merupakan cara terbaik untuk menjaga dan merawatnya. Tidak ada kata sia dalam memelihara kenangan, sebagaimana baiknya hidup berkaca dari belakang, kejadian atau peristiwa pada masa lalu. Novel Seorang Bocah yang Menyaksikan Kematian, memoar karya Ahmad Farid Yahya merupakan salah satu wujud perawatan kenangan. Sesuai dengan kategorinya, novel memoar ini merangkum segala peristiwa hasil perjalanan hidup selama belasan tahun --mulai bayi, anak-anak, hingga remaja jelang dewasa. Seorang Bocah (yang Menyaksikan Kematian), yang lantas menjadi tokoh utama dalam novel memoar ini bukan lain penulis sendiri. Terang Farid memosisika

Kenapa Aku Bisa Tiba-Tiba Saja Jadi Penulis

Jadi gini,--kenapa aku bisa tiba-tiba jadi penulis. Sebenarnya ini bermula sejak SMP. Sewaktu kemah di kaki gunung Kelud, kelas 7. Ada lomba baca puisi "Aku" karya Chairil Anwar. aku penasaran kenapa puisi itu dilombakan, dan hanya puisi itu, tak ada pilihan puisi lain. kemudian saat kelas 8 puisi itu diajarkan lagi. kenapa puisi itu? Chairil Anwar ini siapa? ternyata baru sewaktu kuliah pendidikan aku tahu kalau yang begitu itu namanya kurikulum. Mungkin karena guru tak mencari referensi puisi lain, atau entahlah. Kemudian ketika kelas 10 aliyah, 2012, aku sering menulis puisi di halaman belakang buku. Bisa jadi bukan karena aku puitis, lebih karena aku alay . Coba kita ulur semuanya dulu. Bayangkan, era 2011-2012 adalah masa di mana kita menulis huruf dengan kombinasi angka--yang begitu menjijikan--dan sekarang kita kesusahan baca tulisan era 2011-2012 itu. Ya, masa alay , setingkat di atas pubertas, adalah masa yang sangat produktif. Mencari hal-hal baru, mungk

Review Novel Dawuk

Oleh: Ahmad Farid Yahya Dawuk, sebuah novel peraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2017. Novel epik tulisan Mahfud Ikhwan, pria kelahiran Lembor Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Cover terlihat ikonik dengan gambar ular dan kalajengking yang ditutup dengan block hitam dan terdapat tulisan "dawuk" di atasnya. Tulisan "dawuk" tersebut kalau dilihat lebih jeli ternyata terdapat pola seperti batik pada huruf-hurufnya. Desain cover dengan background kuning terkesan sederhana tapi bagus. Kata/judul "Dawuk" diambil dari julukan si tokoh utama dalam cerita. Plesetan dari nama Muhammad "Dawud". Selain itu Dawuk juga mengartikan warna yang begitu kusam, yang dalam bahasa Indonesia, warna yang bisa dibilang paling menyerupainya adalah warna abu-abu. Warna dawuk ini adalah penyebutan warna kambing, tentunya jenis kambing yang kusam. Tentang kambing berwarna dawuk ini juga pernah disinggung Mahfud Ikhwan dalam novel sebelumn

Resensi Novel Kambing dan Hujan

Resensi oleh: Ahmad Farid Yahya Judul Buku: Kambing dan Hujan Penulis: Mahfud Ikhwan Penerbit: Penerbit Bentang ISBN: 978-602-291-470-9 Edisi kedua, cetakan 1: April 2018 Tebal: viii + 380 halaman; 20,5 cm Harga pulau Jawa: Rp79.000,- *** Penampilan Fisik Covernya menarik dan seperti ada filosofi yang terkandung di dalam ilustrasi pada cover tersebut. Setidaknya begitulah kesimpulan pertama orang yang melihat covernya. Ada spot UV pada gambar pohon yang mirip bentuk jantung tersebut. Permukaan cover yang doff dengan spot UV pada gambar fokus membuat cover ini terkesan wah. Untuk ukuran cukup tebal viii+380 halaman. Ukuran buku ini 20,5cm pada tingginya, tetapi pada bagian lebar tak terlalu lebar. Berkisar 13 atau 14cm. Mengenai desain cover ini, orang jadi penasaran dengan isinya. Digambarkan ada dua pohon di sisi kanan dan kiri. Pada sisi kanan ada seorang pria yang duduk merenung. Begitu juga dengan sisi kiri ada perempuan berjilbab yang duduk merenung. Ada satu pohon yan

Pramoedya Ananta Toer

Jika ditanya buku siapa yang paling banyak saya baca, tentu saja akan dengan lantang saya jawab: Pramoedya Ananta Toer. Buku pertama Pramoedya yang saya baca malahan yang setahu saya paling tebal: Arus Balik. Sekitar 1000 halaman. Itu pun kubaca ketika masih semester 1. Entah 2016 atau 2017. Dari situ aku sudah mulai jatuh cinta dengan sosok satu ini. Satu-satunya Sastrawan Indonesia yang beberapa kali masuk nominasi nobel sastra dunia. Tetralogi Bumi Manusia, kubaca dengan urut. Dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, dan Jejak Langkah. Tinggal Rumah Kaca yang belum kupunya. Meski aku juga sudah tamatkan Sang Pemula, buku nonfiksi yang bisa kubilang dasar/kerangka/hasil riset roman tetralogi Bumi Manusia. Di sisi lain aku memang punya kebiasaan menghabiskan buku yang kubaca. Entah masuk ke otak atau tidak, tapi kupikir kurang saja kalau belum kukhatamkan. Pramoedya orang Blora. Arus Balik berkisah tentang Nusantara pasca keruntuhan Majapahit. Dengan setting waktu pada zaman

Seseorang yang Sudah Tak Mau Mendengar Apa Pun Tentang Corona

Oleh: Ahmad Farid Yahya Hujan datang dua kali. Yang pertama bikin jalanan lobang. Yang kedua bikin banjir sepertiga kabupaten. Segerombol orang membantu sesama. Selalu tak lepas dari politik identitas. Memakai pakaian hijau-hijau, ada yang hitam-hitam, ada yang pakai masker, atau bagi-bagi hand sanitizer. Maskernya pun beragam. Ada yang menyerupai masker medis, ada yang masker kain, ada yang masker ala artis Korea, ada yang masker ala Wibu, ada yang masker bersablon. Untuk yang terakhir bukan termasuk politik identitas. Itu politik praktis. Maskernya bersablon nama calon bupati. Salat jumat ditiadakan. Banyak pro-kontra. Dengan dalil sana-sini. Dengan menyalahkan sana-sini. Semua ini membuatku pusing! Sudah sejak Januari lalu kita membahas virus sialan itu. Sudah sejak bulan itu pula kita keluarkan berbagai macam teori konspirasi. Maret, April, Mei, Juni, semestinya "kita saling menyatu". Bukan lagi waktunya membahas virus sialan itu. Meski membedah virus bla bla

Derai-Derai Cemara

Cemara menderai sampai jauh terasa hari akan jadi malam ada beberapa dahan di tingkap merapuh dipukul angin yang terpendam Aku sekarang orangnya bisa tahan sudah berapa waktu bukan kanak lagi tapi dulu memang ada suatu bahan yang bukan dasar perhitungan kini Hidup hanya menunda kekalahan tambah terasing dari cinta sekolah rendah dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan sebelum pada akhirnya kita menyerah (Puisi Chairil Anwar, 1949)

Wartawan Bodrex

Oleh: Ahmad Farid Yahya Beberapa bulan kemarin aku muak dengan pemberitaan seorang warga Lamongan mencabuli 6 anak di bawah umur yang sesama jenis. Lebih-lebih karena orang itu berasal dari desaku. Entah berapa kali diposting di grup facebook "Beritae Wong Lamongan". Aku tak mau menghakiminya. Orang itu sudah begitu sejak aku MI, dulu juga pernah ketangkap karena nyolong HT, lalu nyolong baju sekitar 2018/2019, dan kemarin ketangkap lagi. Barangkali kejiwaannya hanya tak bisa memosisikan id, ego, dan superego dengan seimbang. Sehingga keinginannya untuk mencuri sering tak tertahankan meski sering pula tertangkap. Aku lebih ingin mengenang tentang dunia pemberitaan. Pagi itu ketika berita tersebut sedang hangat-hangatnya, kulihat penjual koran menjajakan dagangannya di desaku. Ini jarang terjadi. Hanya sekali waktu ketika ada kasus yang memang berasal dari desaku, dan itu pernah beberapa kali. Tahun 2017 saat aku tak punya pekerjaan, seorang tema

TANDA ELIPSIS

Makalah Oleh: Ahmad Farid Yahya 1. Tanda Elipsis Tanda elipsis (bahasa Yunani: ἔλλειψις, élleipsis, "penghilangan") adalah tanda baca yang biasanya menandai penghilangan sengaja suatu kata atau frasa dari teks aslinya. Tanda ini dapat menunjukkan jeda pada pembicaraan, pikiran yang belum selesai, atau, pada akhir kalimat, penurunan volume menuju kesenyapan (aposiopesis). Simbol untuk tanda elipsis adalah rangkaian tiga tanda titik (...) atau suatu glif yang berupa tiga bintik (…). Menurut Dr. H. Syamsul Ghufron, M.Si. elipsis adalah pelepasan unsur bahasa yang dapat dimunculkan kembali pemahamannya. Di sini elipsis yang dimaksud oleh Dr. H. Syamsul dalam bukunya Kesalahan Berbahasa Teori dan Aplikasi adalah elipsis dalam tataran wacana. Sedangkan maksud dari tanda elipsis sudah dipaparkan di paragraf pertama. Pada intinya, elipsis adalah pelesapan. Pelesapan sama artinya dengan penghilangan atau peluruhan. Penulisan tanda elipsis menggunakan 3 titik. Namun jika e

Analisis Kesalahan Berbahasa

Oleh: Iib Marzuqi, M.Pd. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa Komunikasi berbasaha dikatakan mantap bila gagasan komunikator yang dikemukakan dalam bentuk bahasa menghasilkan tanggapan yang sesuai pada diri komunikasi. Adanya kesesuaian antara  gagasan komunikator dengan tanggapan  komunikasi disebabkan  oleh adanya kesamaan penguasaan sistem bahasa yang digunakan dalam komunikasi tersebut. Sistem bahasa merupakan keseluruhan aturan atau pedoman yang ditaati oleh para pemakai suatu bahasa. Karena itu, untuk berbahasa secara komunikatif, pemakai bahasa harus tahu, paham, dan mampu menggunakan sistem tersebut. Sebaliknya, pelanggaran terhadap sistem bahasa, baik disengaja atau pun tidak, menyebabkan timbulnya kesalahan berbahasa yang menghambat kesalahan yang diharapkan. Berbahasa merupakan bentuk perbuatan komunikatif  yang diperoleh melalui peristiwa belajar. Hasil belajar, termasuk dalam belajar berbahasa, ditentukan oleh berbagai faktor,  baik faktor bawaan ataupun lin