Oleh: Ahmad Farid Yahya
Hujan datang dua kali. Yang pertama bikin jalanan lobang. Yang kedua bikin banjir sepertiga kabupaten.
Segerombol orang membantu sesama. Selalu tak lepas dari politik identitas. Memakai pakaian hijau-hijau, ada yang hitam-hitam, ada yang pakai masker, atau bagi-bagi hand sanitizer. Maskernya pun beragam. Ada yang menyerupai masker medis, ada yang masker kain, ada yang masker ala artis Korea, ada yang masker ala Wibu, ada yang masker bersablon. Untuk yang terakhir bukan termasuk politik identitas. Itu politik praktis. Maskernya bersablon nama calon bupati.
Salat jumat ditiadakan. Banyak pro-kontra. Dengan dalil sana-sini. Dengan menyalahkan sana-sini. Semua ini membuatku pusing!
Sudah sejak Januari lalu kita membahas virus sialan itu. Sudah sejak bulan itu pula kita keluarkan berbagai macam teori konspirasi. Maret, April, Mei, Juni, semestinya "kita saling menyatu". Bukan lagi waktunya membahas virus sialan itu. Meski membedah virus bla bla bla tersebut tak cocok memakai teori Radja. Karena teori Dewa-19 lebih cocok digunakan membedah virus yang namanya mirip band asal Surabaya ini. "Laskar cinta, sebarkanlah virus-virus cinta. Musnahkanlah virus-virus dengki ...." Apa teori Ahmad Dhani ini cocok? Mungkin virus mematikan itu sedang memusnahkan virus-virus dengki. Tak ada yang tahu.
Bulan ini semestinya semuanya selesai. Melelahkan. Lebih bisa dikatakan menjengkelkan dan memuakkan. Aku sudah tak mau membahas apa pun tentang virus itu. Semua basi! Aku hanya ingin hidup kembali seperti semula. Jangan ajak aku diskusi mengenai apa penyebab pandemi, bagaimana hal itu berlangsung, dan siapa dalang di balik semua ini. Sudah, semestinya kau ajak aku bicara mengenai hal itu Januari lalu. Sekarang aku sudah sangat lelah dan tak mau tahu apa pun tentang itu. Cukup.
Lamongan, 13 April 2020
Comments
Post a Comment