Oleh: Ahmad Farid Yahya
Beberapa bulan kemarin aku muak dengan pemberitaan seorang warga Lamongan mencabuli 6 anak di bawah umur yang sesama jenis. Lebih-lebih karena orang itu berasal dari desaku. Entah berapa kali diposting di grup facebook "Beritae Wong Lamongan".
Aku tak mau menghakiminya. Orang itu sudah begitu sejak aku MI, dulu juga pernah ketangkap karena nyolong HT, lalu nyolong baju sekitar 2018/2019, dan kemarin ketangkap lagi. Barangkali kejiwaannya hanya tak bisa memosisikan id, ego, dan superego dengan seimbang. Sehingga keinginannya untuk mencuri sering tak tertahankan meski sering pula tertangkap.
Aku lebih ingin mengenang tentang dunia pemberitaan. Pagi itu ketika berita tersebut sedang hangat-hangatnya, kulihat penjual koran menjajakan dagangannya di desaku. Ini jarang terjadi. Hanya sekali waktu ketika ada kasus yang memang berasal dari desaku, dan itu pernah beberapa kali.
Tahun 2017 saat aku tak punya pekerjaan, seorang teman mengenalkanku dengan salah seorang wartawan. Barangkali ada lowongan buatku untuk jadi wartawan juga pikirku. Kukira wartawan tersebut cukup mahir dalam merangkai kalimat. Tapi ternyata aku salah. Justru aku dikenalkan karena temanku bilang kalau aku bisa nulis, dan malam itu aku menulis sebuah berita. Kasus tentang dana desa di salah satu desa di Sukodadi, yang dituding tidak transparan, dan surat laporan kepolisian sekaligus.
Malam itu, aku sudah diwanti-wanti buat besoknya pagi-pagi datang ke tempat itu. Untuk menuju sebuah desa yang akan dikorek kasusnya. Rencananya, ketika berita itu naik cetak pun aku diminta mengedarkan di desa tersebut. Persis seperti penjual koran di desaku yang kuceritakan tadi. Pasti laku keras. Saat itu aku sudah langsung berpikir ada yang tak beres pada dunia media. Meski dari dulu ya begitu itu. Tapi saat itu baru benar-benar terasa ketidakberesan tersebut. Aku lalu mencoret "wartawan" dari salah satu list profesi impian. Kurasa bekerja seperti itu lebih seperti membohongi diriku sendiri. Meski aku bisa memilih menjadi wartawan yang jujur, bukan wartawan yang--maaf, kata teman-teman mahasiswa--wartawan bodrex.
Paginya aku tak datang seperti yang diminta wartawan itu. Aku lebih memilih menuntaskan tidurku dan membiarkan puluhan panggilan tak terjawab.
***
Mengais berita tentang kasus, di desa, kecamatan, sampai perselingkuhan dinas. Lalu, ah, sudahlah, tak usah dipikir.
Comments
Post a Comment