Skip to main content

Membaca Borges dan Orang-Utan Abadi

Analisis Kesalahan Berbahasa

Oleh: Iib Marzuqi, M.Pd.
Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa
Komunikasi berbasaha dikatakan mantap bila gagasan komunikator yang dikemukakan dalam bentuk bahasa menghasilkan tanggapan yang sesuai pada diri komunikasi. Adanya kesesuaian antara  gagasan komunikator dengan tanggapan  komunikasi disebabkan  oleh adanya kesamaan penguasaan sistem bahasa yang digunakan dalam komunikasi tersebut. Sistem bahasa merupakan keseluruhan aturan atau pedoman yang ditaati oleh para pemakai suatu bahasa. Karena itu, untuk berbahasa secara komunikatif, pemakai bahasa harus tahu, paham, dan mampu menggunakan sistem tersebut. Sebaliknya, pelanggaran terhadap sistem bahasa, baik disengaja atau pun tidak, menyebabkan timbulnya kesalahan berbahasa yang menghambat kesalahan yang diharapkan.
Berbahasa merupakan bentuk perbuatan komunikatif  yang diperoleh melalui peristiwa belajar. Hasil belajar, termasuk dalam belajar berbahasa, ditentukan oleh berbagai faktor,  baik faktor bawaan ataupun lingkungan. Karena itu, tidak mengherankan apabila tingkat dan jenis  kemampuan tingkat dan jenis kemampuan berbahasa setiap orang berbeda-beda. Hal ini berpengaruh terhadap peristiwa komunikasi berbahasa. Orang yang tinggi tingkat penguasaan bahasanya mampu mengemukakan  gagasannya dalam bentuk bahasa yang tepat. Sekalipun  demikian, komunikasi yang rendah tingkat penguasaan bahasanya belum tentu dapat menghasilkan tanggapan yang sesuai dengan maksud komunikatornya. Kalimat pagar makan tanaman yang oleh komunikator dimaksudkan sebagai makna kias, oleh orang yang rendah tingkat penguasaan  bahasanya ditanggapi sebagai makna lugas. Dalam situasi berbahasa seperti itu kalimat yang sebenarnya komunikatif menjadi tidak komunikatif. Karena itu, derajat komunikatif tidaknya pemakai bahasa, tidak dilihat berdasarkan tanggapan peribadi yang terlibat langsung dalam situasi berbahasa, melainkan berdasar pada sistem bahasa yang berlaku umum pada pemakai bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, istilah kesalahan berbahasa dimaksudkan sebagai bentuk penyimpangan wujud bahasa dari sistem atau kebiasaan berbahasa umumnya pada suatu bahasa sehingga menghambat kelancaran komunikasi berbahasa. Bila kesalahan kebahasaan itu dapat diatasi melalui sistem bahasanya dan mempunyai dampak positif terhadap efektivitas bahasanya, apa yang pada mulanya dinyatakan sebagai penyimpangan berbahasa, akan akan diterima sebagai khasanah sistem berbahasa yang bersangkutan. Usaha-usaha seperti itu tergolong ke dalam istilah analisis kesalahan bahasa.

Jenis Kesalahan Berbahasa
Pembahasan tentang jenis kesalahan berbahasa tidak dapat dipisahkan dari pembahasan segi pemakai bahasa. Jenis kesalahan berbahasa dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu (1) jenis kesalahan dapat ditinjau dari segi kesalahannya dan (2) dapat pula dari segi kebahasaan. Segi penyebab kesalahan berbahasa di antaranya menyangkut faktor peribadi pemakai bahasa dan faktor sosial budaya. Faktor peribadi pemakai bahasa yang menimbulkan kesalahan berbahasa, menyangkut segi fisiologis dan psikologis, baik yang bersifat bawaan ataupun yang terjadi kemudian. Kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh faktor sosial budaya terjadi melalui peristiwa kontak bahasa. Jenis kesalahan bahasa yang terjadi karena peristiwa kontak bahasa dapat terjadi dalam bentuk adaptasi, analogi, hiperkorek, kontaminasi, pleonasme. 
Ditinjau dari faktor kebahasaan, kesalahan berbahasa terjadi dalam segi ketatabahasaan, simantik dan ejaan. Kesalahan berbahasa dalam segi ketatabahasasan menyangkut segi sintaksis, morfologi, dan fonologi. Kesalahan tersebut terwujud dalam satuan; wacana, paragraf, kalimat, klausa, frase, kata, morfem, dan fonem. Kesalahan sematis yaitu dalam hal pemilihan kata yang tepat. Jenis kesalahan sematis yaitu menurut makna lugas ataupun makna kias. Kesalahan bahasa dalam segi semantis disebabkan oleh kurangnya kemampuan pemakai bahasa dalam memanfaatkan kosakatanya. Jenis kesalahan bahasa dalam bidang ejaan menyangkut segi pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan dan tanda baca.

Cara Menganalisis Kesalahan Berbahasa
Analisis kesalahan berbahasa hanya dapat dilakukan bila ada fakta pemakaian bahasa yang salah. Analisis kesalahan berbahasa merupakan salah satu bagian kegiatan penelitian bahasa yang sifatnya sederhana dan korektif. Untuk melakukan kegiatan tersebut, diperlukan persyaratan yang harus dimiliki penganalisis. Persyaratan tersebut ialah; pengetahuan yang memadai tentang kebahasaan, sifat ulet, objektif, dan memiliki indra yang tajam. 
Analisis kesalahan berbahasa dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara pembatasan, cara menyeluruh, dan cara bagian demi bagian. Ketiga cara tersebut mempunyai prosedur yang sama, di antaranya:
Merumuskan tujuan.
Menentukan ruang lingkup analisis.
Mengumpulkan data kesalahan berbahasa.
Mengelompokan data kesalahan berbahasa.
Menentukan tipe kesalahan berbahasa.
Mengolah hasil klasifikasi kesalahan berbahasa.
Menyimpulkan hasil analisis.
Mengadakan tindak lanjut sesuai dengan analisis.

Analisis kesalahan Berbahasa dalam Bidang Fonetik
Fonetik merupakan salah satu bidang ilmu bahasa yang membahas hal-ihkwal pengucapan bunyi-bunyi bahasa atau fonem suatu bahasa. Pada umumnya kesalahan dalam bidang fonetik terjadi pada pengucapan fonem;  /e/, /h/, /kh/, /k/, /p/, /f/, /s/, /sy/.

Kesalahan Fonem /e/
Sehubungan dengan adanya kesulitan untuk membedakan bunyi /e/, di sini akan digunakan dua macam tanda bunyi tersebut. Bunyi /e/  macam pertama akan diberi tanda /e/, sedangkan macam kedua diberi tanda /E/. contoh: 
/menang/, /pesta/, /elok/, /engsel/
/mEnang/, /pEsan/, /Elok/, /Ensel/. 
Kedua macam bunyi bahasa itu dalam pengucapan sehari-hari sering dipertukarkan pemakaiannya oleh para pemakai bahasa Indonesia. Sebagai contoh, bacalah kalimat-kalimat berikut ini;
Murid-murid sedang mempelajari peta pulau jawa.
Badannya peka obat-obat penisilin.
Seminar itu membahas masalah-masalah prinsipil.
Kita harus mengakui keesaan Tuhan.
Itulah rekan kami.
Pegang olehmu baik-baik!
Bagaimana anda mengucapkan kata-kata tersebut;
/peta/ atau /pEta/ ?
/peka/ atau /pEka/ ?
/seminar/ atau /sEminar/ ?
/keesaan / atau /kEEsaan/ ?
/rekan/ atau /rEkan/ ? 
/pegang/ atau /pEgang/ ?
Kesulitan anda dalam menentukan  pilihan di antara kedua bentuk tersebut, disebabkan oleh penggunaan huruf yang sama untuk ucapan yan berbeda. Dalam usaha pembakuan ucapan bunyi-bunyi bahasa Indonesia, pemerintah telah berhasil menyusun suatu alat atau pedoman yang dapat digunakan para pemakai bahasa Indonesia kamus umum bahasa Indonesia, kemungkinan anda memilih bentuk pengucapan  di antara kedua bentuk di atas, disebabkan oleh kebiasaan anda mendengar para pemakai bahasa Indonesia mengucapkan kata tersebut pada umumnya. Jadi, berdasarkan yang tertulis pada Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata-kata di atas sebaiknya diucapkan;
/peta/ bukan /pEta/
/peka/ bukan / /pEka/
/seminar/ bukan /sEminar/
/kEEsaan/ bukan /kEesaan/
/rEkan/ bukan /rekan/
/pEgang/ bukan /pegang/
Selain hal di atas, terdapat juga /E/ yang dalam bahasa Indonesia seharusnya diucapkan /a/. perhatikan contoh di bawah ini.
Benar bukan /bEnEr/ melainkan /benar/
Segan bukan /sEgan/ melainkan /sEgan/
Harap bukan / harEp/ melainkan /harap/
Pantas bukan / pantEs/ melainkan /pantes/
Akan bukan /akEn/ melainkan / akan/
Menyatakan bukan /mEnyatakEn/ melainkan /mEnyatakan/
Dari contoh dan uraian di atas, dapat anda ketahui bahwa kesalahan ucapan ini di samping pada mulanya timbul karena pengaruh ucapan bahasa daerah atau dialek pemakai bahasa, timbul pula karena kesalahan pembaca mengucapkan dua buah bunyi bahasa yang berbeda yang dilambangkan dengan huruf yang sama, yaitu e.

Kesalahan Fonem /h/, /kh/, dan /k/
Perhatikan pengucapan bunyi /h/ pada kata-kata dalam kalimat berikut ini.
Hidup ini tunangan mati.
Cat rumahnya berwarna hijau.
Kelana itu masuk hutan keluar hutan.
Dari contoh di atas anda ketahui bahwa /h/ pada kata tersebut diucapkan secara jelas. Lain halnya dengan /h/ pada kata-kata berikut;
Obat ini pahit.
Pristiwa itu terjadi pada tahun 1945.
Ayahnya seorang penjahit. 
Pengucapan bunyi /h/ yang jelas dengan yang tidak jelas dapat dirumuskan sebagai berikut.
Bunyi /h/ diucapkan dengan jelas pada hal:
Bunyi tersebut menduduki pada posisi awal kata.
Bunyi tersebut menduduki posisi awal suku kata di belakang suku tertutup yang mendahuluinya.
Bunyi tersebut menduduki pada posisi akhir suku kata.
Bunyi tersebut diapit oleh dua vokal yang sama.
Bunyi /h/ tidak diucapkan dengan jelas bila bunyi tersebut diapit oleh dua vokal yang berbeda.
Sehubungan dengan dua hal d iatas, bunyi /h/ yang terdapat pada pada kata-kata serapan diucapkan dengan jelas. contoh: Tuhan, pihak, tahu, berjihat, bihun, bahu-membahu.
Dalam kenyataannya sering terjadi gejala-gejala fonetis dalam pengucapan bunyi tersebut. Di sini ada tiga macam kesalahan fonetis yang dilakukan, yaitu:
Penghilangan kata  /h/ pada awal kata, seperti contoh; idup, ijo, utan.
Penghilangan kata /h/ pada tengah kata, seperti contoh; Bau-membahu, piak, jailiah.
Penghilangan /h/ pada posisi akhir kata, seperti contoh; Bodoh, bodo, conto
Pengucapan huruf /h/ /kh/ atau /k/ sering dirancaukan. Kerancauaan ini terjadi pada kata-kata serapan dari bahasa Arab, misalnya:
hewan  khewan  kewan
husus  khusus  kusus
ahir  akhir -  akir
Pengucapan bunyi /k/ dapat berposisi di awal, di tengan, dan di akhir kata. Di posisi awal, /k/ diucapkan jelas sebagai /k/, misalnya kemarin, kami, atau ke. /k/ berposisi di akhir kata diucapkan sebagai bunyi sentak (), misalnya beso, adi, atau bapa. Selain itu, huruf /k/ berposisi sebagai penutup kata kemudian diikuti unsur pembentuk kata yang dimulai dengan huruf konsonan selain /k/ tetap diucapkan sebagai bunyi sentak, misalnya tengolah, adimu. Akan tetapi, unsur pembentuk kata yang mengikutinya itu dimulai dengan huruf vokal atau /k/, huruf /k/ diucapkan secara jelas sebagai /k/, misalnya pendidikan, menunjukkan. 
Huruf /k/ pada kata-kata serapan yang bukan diambil dari bahasa Arab, dalam hal ini di mana pun bunyi /k/ itu mengambil posisi, bunyi tersebut diucapkan secara jelas sebagai /k/, misalnya memaksa, taksi, piknik. Huruf /k/ yang berasal dari kata serapan bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf /ka/ dan /qo/ diucapkan secara jelas sebagai /k/, misalnya maksud, akbar, takbir. Berbeda dengan huruf yang dilambangkan ain bersukun, /k/ diucapkan dengan bunyi sentak, misalnya rayat, mamur, lanat, mumin, dll.
Pada kenyataannya, banyak pemakai bahasa yang memakai bunyi sentak yang sebenarnya tidak perlu diucapkan. Ini terjadi pada kata-kata dengan suku terbuka dan terpengaruh oleh bahasa Sunda, misalnya ibu, guru, itu, menjaga, dll.
Masih berdekatan dengan bunyi /k/, dalam bahasa Indonesia dikenal pula dengan bunyi /ks/. Bunyi tersebut hanya terdapat pada kata-kata serapan dari bahasa barat, misalnya ekstrim, kompleks, seks, prefiks, teks, dll. Pada kenyataannya bunyi-bunyi tersebut sering diucapkan /s/ atau /k/, misalnya ektrim, komplek, sek, prefik, dan tek.

3) Kesalahan Fonem /p/ dan /f/
Kesalahan fonem ini tampak pada kata-kata seperti kata pikir dan fikir. Kata piker berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab tidak terdapat bunyi /p/, yang ada /f/. Kata tersebut telah diadaptasi kebiasaannya dengan kebiasaan lafal pemakai bahasa Indonesia sehingga kata tersebut sudah tidak dirasakan lagi sebagai kata serapan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kata memikirkan bentukan dari prefiks meN- + piker yang tidak ditemukan kata memfikirkan.

4) Kesalahan Fonem /s/ dan /sy/
Bunyi /s/ dalam bahasa Indonesia sering dikacaukan dengan bunyi /sy/. Hal ini disebabkan oleh kata-kata serapan dari bahasa Arab, misalnya kata salam diucapkan syalam, saraf dicapkan syaraf, sahabat diucapkan syahabat, dll. Dalam bahasa arab terdapat empat bunyi desis, yaitu sa, sho, tsa, dan sya. Tiga bunyi desis bahasa Arab bila diadopsi kedalam bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf /s/, sementara huruf keempat dilambangkan dengan huruf /sy/. Selain itu, pemakaian huruf /s/ dikacaukan pula dengan huruf /z/, misalnya kata asas diucapkan azaz. Hal tersebut disebut gejala hiperkorek.
Menurut ciri-ciri perubahan ucapan, kesalahan fonetis di atas dapat dibagi menjadi jenis-jenis menjadi jenis-jenis kesalahan sesuai dengan gejala berikut.
Protesis
Menurut kesalahan ini pemakai bahasa menambahkan bunyi tertentu pada bagian aweal kata, tanpa mengubah makna kata itu, misalnya kata utang menjadi hutang.
Epentesis
Dalam kesalahan ini pemakan bahasa menambahkan bunyi tertentu ditengah kata, tanpa mengubah makna kata itu, misalnya kata gua menjadi guha, buaya menjadi buhaya, tiang menjadi tihang.
Paragog
Dalam kesalahan ini pemakai bahasa menambahkan bunyi tertentu pada bagian akhir kata tanpa mengubah makna itu, misalnya mampu menjadi mampuh, rapi menjadi rapih, musna menjadi musnah. 
Apheresis
Dalam hal ini pemakai bahasa menghilangkan bunyi awal kata yang harus diucapkannya tanpa mengubah makna kata itu, misalnya hitam menjadi itam, hidup menjadi idup, hujan  menjadi ujan.
Sinkop
Dalam hal ini pemakai bahasa menghilangkan bunyi tertentu di tengah kata, tanpa mengubah makna kata itu, misalnya bahumembahu menjadi maumembau, pendidikan menjadi pendidian.
Apakop
Di sini pemakai bahasa menghilangkan ucapan bunyi akhir kata tanpa mengubah makna kata itu, misalnya jodoh menjadi jodo, bodoh menjadi jodo, kompleks menjadi komplek.
Asimilasi
Dalam hal ini adanya dua bunyi kata yang berbeda, oleh pemakai bahasa dijadikan bunyi yang sama, misalnya benar menjadi bener, segan menjadi segen, cepat menjadi cepet.
Desimilasi 
Dalam hal ini bunyi yang sama dijadikan menjadi tidak sama, misalnya harap menjadi  harep, pantas  mejadi  pantes, malam menjadi malem.

Analisis  Kesalahan Berbahasa Dalam Bidang Fonemik
Perhatikanlah perbedaan lafal /e/ pada kata-kata berikut, dan perhatikan pula pada perbedaan makna kata yang dihasilkannya.
/perang/ - /pErang/
/teras/ - /tEras/
/seret/ - /sErEt/
Dari contoh di atas, dapat anda ketahui bahwa perbedaan lafal /e/ atas /e/ dan /E/ menyebabkan perbedaan makna kata. Bunyi bahasa yang berfungsi untuk membedakan makna, dalam bidang ilmu bahasa disebut fonem.
Kesalahan fonemis lainnya sering terjadi pada gejala penambahan bunyi sentak k atau // pada kata-kata yang sebenarnya tidak perlu diberi bunyi tersebut. Hal ini terjadi karena pengaruh ucapan bahasa Sunda. Perhatikanlah kesalahan-kesalahan fonemis berikut ini.
Batu diucapkan /batu/
Kata diucapkan /katak/
Adu diucapkan /adu/
Rusa diucapkan /rusa/
Penanggalan bunyi /s/ dalam gabungan dalam gabungan bunyi dengan /k/, yaitu /ks/ dapat menimbulkan kesalahan berbahasa yang bersifat fonemis. Sebagai contoh dapat dibandingkan dengan makna kata kotek dengan koteks pada kalimat; Ayam betina berkotek, tetapi tidak berkoteks.
Kesalahan fonemis lainnya terjadi pada kata syarat dan sarat. Kesalahan tersebut tampak pada kalimat Mutannya sudah demikian syarat. Kata syarat adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut mengandung makna: ‘segala sesuatu atau ketentuan yang harus dipenuhi’. Sedangkan kata sarat berarti melebihi kapasitas atau daya muat.
Kesalahan fonemis pada kata sair dan syair berasal dari bahasa arab. Kata sair mengandung makna api neraka atau neraka ke lima. Sedangkan kata syair dalam bidang sastra dartikan sebagai ‘salah satu bentu puisi lama yang setiap baitnya terdiri atas empat baris, dan bersajak rata (a a a a)’.
Kesalahan fonemis pada bunyi /z/. Bunyi /z/ yang tertukar pengucapannya dengan /s/ atau /j/ dapat menimbulkan kesalahan fonemis. Misalnya kata azal, asal, dan ajal,yang diserap dari bahasa Arab, mempunyai makna berbeda. Kata azal berarti ‘waktu lampau yang tidak berawal’. Kata asal berarti ‘permulan atau sumber’. Kata ajal berarti ‘mati atau saat kematian’.

Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Ejaan
Dalam bahasa Indonesia ditulis kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam segi ejaan. Sistem ejaan dalam bahasa Indonesia yang berlaku dewasa ini yaitu sistem Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dalam EYD ada tiga komponen aturan penulisan bahasa Indonesia, yaitu penulisan huruf, kata, dan tanda baca.
Dalam bidang tulis menulis pemakaian huruf kecil lebih banyak digunakan dari pada huruf kapital. Huruf kapital hanya digunakan pada awal kalimat atau petikan langsung, bentuk singkatan, dan nama-nama khusus. Penulisan huruf tidak dapat dipisahkan dari segi penulisan setiap kata, baik kata-kata asli ataupun kata serapan. Dalam penulisannya setiap kata dinyatakan sebagai satu satuan dengan memperhatikan morfologisnya. Dalam pemakaiannya secara lebih luas, untuk menghidari kesalapahaman pihak pembaca, baik penulis huruf, kata, ataupun kalimat dibantu oleh adanya sistem penulisan tanda baca. Tanda-tanda yang digunakan di antaranya tanda titik, tanda tanya, tanda seru, tanda garis bawa atau cetak miring, tanda koma, tanda titik koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda kurung, tanda ellipsis, dan tanda garis miring.
Untuk menganalisis kesalahan berbahasa Indonesia dalam bidang ejaan, diperlukan adanya pemahaan penganalisis tentang EYD. Penulisan bahasa Indonesia yang menyimpang dari ketentuan EYD merupakan suatu bentuk kesalahan menyimpang dari ketentuan EYD merupakan suatu bentuk kesalahan berbahasa yang perlu dianalisis. Karena aturan-aturan penulisan itu penyusunannya diharapkan bersifat sistematis sebagaimana wujud bahasa yang sesungguhnya, kesalahan penuasan pun dapat diklasifikasikan dan diperbaiki sesuai dengan sistem yang berlaku dalam ejaan bahasa Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Perbandingan Teks Sastra Cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” dan "Jawaban Alina" Karya Seno Gumira Ajidarma dengan Dongeng 1000 Candi (Kajian Sastra Bandingan)

Disusun Oleh: Ahmad Farid Yahya 1. Sinopsis Cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” dan "Jawaban Alina" Karya Seno Gumira Ajidarma A. Sinopsis Cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku “Sepotong Senja untuk Pacarku”, sebuah cerpen yang menceritakan sebuah surat berisi sepotong senja yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada kekasihnya yang bernama Alina. Di dalam cerpen tersebut dikisahkan bahwa sang tokoh “aku” mengerat sebuah senja di tepi pantai lengkap dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Ia memang sangat ingin memberikan sepotong senja pada kekasihnya. Ia tak mau memberikan banyak kata-kata, karena pada kenyataannya kata-kata sudah tidak berguna. Di dalam cerita itu, sang tokoh “aku” berhasil mengerat sepotong senja yang ditaruh di dalam sakunya. Walaupun setelah senja itu ia potong, tokoh “aku” rela dikejar-kejar oleh polisi karena ia diduga telah mencuri senja dan membuat gempar. Ia menyelip-nyelip dengan kecepatan tingg

Menuliskan Angan-Angan, Menceritakan Pengalaman : sebuah pembacaan atas buku Upacara Penyeretan Jiwa karya Ahmad Farid Yahya

Khoirul Abidin* Dari harapan dan pengalaman, lahirlah sebuah buku Upacara Penyeretan Jiwa (sepilihan cerpen) ini. Serupa kue lapis, sepuluh "pilihan" cerita pendek dalam buku yang terbilang ramping atau tipis ini disajikan dengan berbagai warna; tema. Pada bagian awal penulis seakan mengingatkan, bahwa hidup memang penuh dengan kejutan. Apa-apa yang akan terjadi di hari depan, manusia tiada pernah bisa menebak. Untuk itu, usaha dan doa mesti selalu diselaraskan—mengingat Waktu-lah penentunya. Cinta itu buta dan tuli, lirik Lagu Galau Al Ghazali, barangkali itu yang menuntun tokoh utama dalam cerpen pembuka berjudul "Hanya Aku, dan Seumur Hidup", untuk membunuh kekasih terkasih dengan tangannya sendiri. "Aku mana bisa membiarkanmu dicintai semua orang, diperjuangkan semua orang, dan dimiliki semua orang. Aku hanya ingin kau menjadi milikku ...." Begitulah suara hati lelaki tanpa nama yang terbaca pada halaman 3. Ada kecemasan, ketakutan yang melingkari hati

HMJ PBSI UNISDA LAMONGAN ADAKAN SEMINAR P2K3 SEBAGAI JAWABAN PERTANYAAN "KULIAH SASTRA MAU JADI APA?"

MENULIS SASTRA,  Mengelola Kepribadian Dan Masa Depan Kehidupan. Oleh: Rodli TL. Pandangan Umum Sastra yang merupakan serapan dari kata Shastra, bahasa Sanskerta itu teks bermakna ajaran atau pedoman. Sastra merupakan cipta manusia baik lisan maupun tulisan yang mengandung maksud nilai-nilai kebaikan yang indah dan menarik, diajarkan dari generasi pendahulu ke generasi berikutnya dengan kandungan keindahan. Sebagaimana Sapardi Djoko Damono mengungkapkan bahwa dalam kehidupan sastra menampilkan gambaran realitas sosial yang menurut Suyitno menjadi peristiwa yang imajinatif dan kreatif yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentunya karya sastra merupakan pengalaman ekspresi dan imajinasi seseorang  berupa pikiran, perasaan, semangat dan iman sebagaimana yang diuangkapkan dengan bahasa yang indah. Werren (1989)  mengungkapkan ciri-ciri sastra yaitu: Sebuah ciptaan Luapan emosi Bersifat otonom yang selaras antara bentuk dan isi Menghadirkan sintesis terhadap hal-hal yang bertentang