Skip to main content

Membaca Borges dan Orang-Utan Abadi

S. Jai, ngRong, dan Skripsi yang Layak Terbit

Skripsi, sebuah tulisan yang barangkali biasa saja bagi para mahasiswa. Tapi bagi saya pribadi, setidak-tidaknya tuntutan dalam relung hati, ingin menulis skripsi yang layak untuk diterbitkan. Salah satunya seperti skripsi dari cendikia terkenal Soe Hok Gie dengan skripsi "Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan".

Tak hanya itu. Skripsi para penulis biasanya memang cukup menjual untuk diterbitkan. Seperti punyanya Pak Nurani Soyomukti dengan judul "Pramoedya dan Marxsisme". Saya sebagai penggemar Pramoedya pastinya tertantang untuk menulis skripsi tentang Pramoedya. Tapi ketika saya konsultasikan ke dosen, ternyata ditolak mentah-mentah dengan alasan yang sangat logis. Pramoedya bukan lagi kelas nasional, tapi kelas dunia. Jadi yang neliti sudah tak terhitung, dan nanti akan kesusahan di "penelitian sebelumnya yang relevan".

Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil kajian sastra bandingan. Agar tak terlalu memalukan jadi sastrawan (abal-abal). Memilih karya Putut EA dengan judul "Sastrawan Salah pergaulan" yang saya bandingkan dengan ilmu budaya. Kurang bisa saya terima. Saya masih merasa bahwa hal itu belum spesial dan masih penelitian standar-standar saja.

Hari ini saya beruntung karena mendapat hadiah buku dari pemateri Bu Yulitin. Ada 9 buku. Sebenarnya saya sangat tertarik dengan judul "Post Mitos" karya Pak S. Jai. Apalagi buku tersebut buku yang paling tebal di situ, dan baru saja mendapat penghargaan Sutasoma tahun lalu. Sayangnya itu tidak cocok untukku saat ini. Karena saya pikir saya lebih butuh novel yang terlihat dari pantulan bayangan di kaca pada langit-langit aula perpusda. Novel itu berjudul ngRong. Satu-satunya karya Pak Jai yang terbit tahun 2019. Karena dosen saya memberi batasan pada terbitan paling lama 2019. Akhirnya saya pilih novel ini.

Andai pun hari ini saya tak mendapat buku Pak Jai secara gratis, buku-bukunya pun sudah masuk ke daftar buku yang ingin saya beli. Barangkali di pekan literasi besok tanggal 23 Maret, atau lebih cepat dari itu. Karena saya pribadi tertarik dengan karya penulis Lamongan. Apalagi Pak Jai, yang saya tahu karena tak sengaja melihat postingan buku di instagram Pagan Press ketika saya mengetik hastag #lamongan di tahun 2018 dan saya tanya-tanya ke dosen saya, Pak Sutardi tentang siapakah S. Jai. Sehingga setidak-tidaknya saya memiliki kedekatan emosional dengan apa yang akan saya bedah menjadi sebuah skripsi.

Terima kasih buat Pak Jai untuk tanda tangan dan foto bersamanya. Saya bingung harus mulai nulis skripsi dari mana.

(Ahmad Farid Yahya)

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Perbandingan Teks Sastra Cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” dan "Jawaban Alina" Karya Seno Gumira Ajidarma dengan Dongeng 1000 Candi (Kajian Sastra Bandingan)

Disusun Oleh: Ahmad Farid Yahya 1. Sinopsis Cerpen “Sepotong Senja Untuk Pacarku” dan "Jawaban Alina" Karya Seno Gumira Ajidarma A. Sinopsis Cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku “Sepotong Senja untuk Pacarku”, sebuah cerpen yang menceritakan sebuah surat berisi sepotong senja yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada kekasihnya yang bernama Alina. Di dalam cerpen tersebut dikisahkan bahwa sang tokoh “aku” mengerat sebuah senja di tepi pantai lengkap dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Ia memang sangat ingin memberikan sepotong senja pada kekasihnya. Ia tak mau memberikan banyak kata-kata, karena pada kenyataannya kata-kata sudah tidak berguna. Di dalam cerita itu, sang tokoh “aku” berhasil mengerat sepotong senja yang ditaruh di dalam sakunya. Walaupun setelah senja itu ia potong, tokoh “aku” rela dikejar-kejar oleh polisi karena ia diduga telah mencuri senja dan membuat gempar. Ia menyelip-nyelip dengan kecepatan tingg

Menuliskan Angan-Angan, Menceritakan Pengalaman : sebuah pembacaan atas buku Upacara Penyeretan Jiwa karya Ahmad Farid Yahya

Khoirul Abidin* Dari harapan dan pengalaman, lahirlah sebuah buku Upacara Penyeretan Jiwa (sepilihan cerpen) ini. Serupa kue lapis, sepuluh "pilihan" cerita pendek dalam buku yang terbilang ramping atau tipis ini disajikan dengan berbagai warna; tema. Pada bagian awal penulis seakan mengingatkan, bahwa hidup memang penuh dengan kejutan. Apa-apa yang akan terjadi di hari depan, manusia tiada pernah bisa menebak. Untuk itu, usaha dan doa mesti selalu diselaraskan—mengingat Waktu-lah penentunya. Cinta itu buta dan tuli, lirik Lagu Galau Al Ghazali, barangkali itu yang menuntun tokoh utama dalam cerpen pembuka berjudul "Hanya Aku, dan Seumur Hidup", untuk membunuh kekasih terkasih dengan tangannya sendiri. "Aku mana bisa membiarkanmu dicintai semua orang, diperjuangkan semua orang, dan dimiliki semua orang. Aku hanya ingin kau menjadi milikku ...." Begitulah suara hati lelaki tanpa nama yang terbaca pada halaman 3. Ada kecemasan, ketakutan yang melingkari hati

HMJ PBSI UNISDA LAMONGAN ADAKAN SEMINAR P2K3 SEBAGAI JAWABAN PERTANYAAN "KULIAH SASTRA MAU JADI APA?"

MENULIS SASTRA,  Mengelola Kepribadian Dan Masa Depan Kehidupan. Oleh: Rodli TL. Pandangan Umum Sastra yang merupakan serapan dari kata Shastra, bahasa Sanskerta itu teks bermakna ajaran atau pedoman. Sastra merupakan cipta manusia baik lisan maupun tulisan yang mengandung maksud nilai-nilai kebaikan yang indah dan menarik, diajarkan dari generasi pendahulu ke generasi berikutnya dengan kandungan keindahan. Sebagaimana Sapardi Djoko Damono mengungkapkan bahwa dalam kehidupan sastra menampilkan gambaran realitas sosial yang menurut Suyitno menjadi peristiwa yang imajinatif dan kreatif yang dapat dipertanggungjawabkan. Tentunya karya sastra merupakan pengalaman ekspresi dan imajinasi seseorang  berupa pikiran, perasaan, semangat dan iman sebagaimana yang diuangkapkan dengan bahasa yang indah. Werren (1989)  mengungkapkan ciri-ciri sastra yaitu: Sebuah ciptaan Luapan emosi Bersifat otonom yang selaras antara bentuk dan isi Menghadirkan sintesis terhadap hal-hal yang bertentang