Esai oleh: Ahmad Farid Yahya
Sepele sekali ketika kita membawa sajadah ke masjid untuk salat jamaah. Salat jumat misalnya. Kita tahu sendiri salat jumat di masjid pasti ramai jamaahnya.
Pada awalnya tak ada masalah memang dengan sajadah. Karena pada dasarnya sajadah memang diperlukan apabila lantai masjid kurang bersih. Karena keperluan atas sajadah inilah, maka terciptalah sebuah peluang pasar. Memicu para produsen untuk memproduksi sajadah. Ini terjadi karena sajadah memang telah menjadi hal yang lumrah untuk kita bawa ke masjid.
Awalnya masalah remeh-temeh ini tak terlalu merisaukan. Salat di masjid membawa sajadah it's ok. Sering juga orang pulang dari ibadah haji lalu membagikan sajadah kepada orang yang bertamu ke rumahnya. Inti masalahnya adalah banyak sekali jamaah salat yang membawa sajadah dengan ukuran tidak biasa. Atau bisa dibilang lebih besar dari yang lain.
Kelihatannya sepele. Tapi saat sajadah yang kebesaran ini disambungkan dengan keutamaan salat berjamaah, inilah yang menjadi pokok permasalahan. Di mana dinyatakan bahwa keutamaan salat berjamaah adalah kerapatan saf. Berbanding terbalik dengan realitasnya. Mana mungkin saf bisa rapat sedangkan banyak dari jamaah membawa sajadah yang kebesaran. Pada kenyataannya, jamaah di samping akan sedikit enggan atau sungkan untuk memasuki wilayah sajadah orang lain di sampingnya. Dengan begitu saf akan lebih renggang. Yang rapat hanya sajadahnya.
Mungkin dengan sajadah yang lebih besar membuat kita lebih terlihat berwibawa, tapi saf salat yang rapat lebih penting daripada sajadah yang bagus. Mungkin produsen-produsen sajadah harusnya juga memikirkan tentang ukuran sajadah ini. Juga diri kita sendiri harus sering mengoreksi tentang hal-hal sepele seperti ini yang tanpa kita sadari malah membuat salat kita kurang sempurna.
(Dimuat di Harian Amanah)
Comments
Post a Comment